Ketika anak mulai memasuki tahapan susah diatur, rasanya emosi terus. Padahal anak itu sedang bereksperimen, mencari tahu dengan segala cara termasuk cara yang negatif. Namun memarahi dan mencap dia anak nakal, bukanlah pilihan yang bijak. Apalagi jika orangtua tertutup emosi hingga menampar, memukul atau menendang. Trauma itu akan terus melekat pada diri anak, juga memicu dia bertindak agresif pada orang lain. Belum lagi dia memendam rasa dendam akibat rasa tidak terima terhadap perlakukan orangtuanya.
Featured Story
Agresif timbul sebagai reaksi alami ketika tubuh terancam, marah, kesal atau frustasi. Misalnya ketika anak melihat Mom terlalu asik bekerja dan dia ingin tidur, maka dia mulai mencari perhatian dengan menendang Mom atau menjambak rambut Mom. Ketika kondisi ini terjadi, lebih baik hentikan kegiatan Mom sejenak dan cari tahu apa maunya dia. Dari pada sikap agresif itu dibiarkan sehingga dia mulai menjaili orang lain. Ajarkan anak bagaimana mengubah sikap agresif ini menjadi hal yang lebih disukai oleh orang lain.
Anak diajarkan bagaimana mengelola sikap agresif ini menjadi positif sehingga teman-teman serta orang disekitar dia bisa menerima dengan baik. Ketika anak dilanda emosi dan mulai bertindak agresif, segera peluk dia. Lalu tanyakan kenapa dia marah? Dengan Mom segera merespon, maka anak pun merasa diperhatikan dan Mom fokus kepada dirinya.
Jika Mom tidak fokus, sikap agresif itu akan semakin menjadi-jadi. Setelah anak tenang, cobalah ajak bicara dia. Ajarkan bahwa dalam hidup kita harus bersabar karena segala sesuatu ada waktu dan caranya. Bernegosiasi, bahwa setelah Mom mengikuti kemauannya, Mom kembali kepada kegiatan Mom semula. Kontrol nada bicara Mom dan emosi, niscaya anak pun akan terbiasa dan belajar untuk bersabar dan menunggu. Ulangi proses ini berulang-ulang hingga anak terlatih mengendalikan emosinya. Kesempurnaan akan didapat dengan berjalannya waktu. Practice make perfect.