Kalah serta menang dalam kompetisi itu hal yang biasa. Namun ada beberapa anak yang tidak siap menerima kekalahan dalam berkompetisi dan anak pun menjadi uring-uringan karena tidak bisa menerima suatu kekalahan. Terkadang orangtua lupa untuk mempersiapkan anak agar “siap kalah” dalam berkompetisi.
Featured Story
“Siap kalah”, inilah kata-kata yang begitu sering terdengar sekarang. Baik dari teman maupun dari obrolan di social media. Tentu kata-kata tersebut dihubungkan dengan orang yang tidak ‘siap kalah’. Ternyata, ‘siap kalah’ sudah harus diajarkan kepada anak sejak dini. Sebab kehidupan tidak melulu tentang menang. Setiap orang yang menjalani kehidupan tidak selalu menang. Ada saat dimana kekalahan menjadi bagian kita. Dan kenyataan ini mesti dihadapi dengan perasaan ‘siap kalah’. Memang, kehidupan yang utuh ialah kehidupan dimana menang atau kalah pernah dirasakan. Anak harus diajar tentang bagaimana menghadapi kekalahan.
Mengajari anak siap kalah berarti memperkenalkan kehidupan yang sesungguhnya kepada anak, kekalahan adalah bagian dari kehidupan serta mengajarkan kedewasaan pada anak. Selain itu juga memberi kesempatan pada anak untuk belajar tentang rasa bagaimana rasanya itu “kekalahan”. Seorang psikolog dan juga Ibu dari seorang anak berusia 11 tahun, Annmarie Neal, mengatakan “Jika anak-anak tidak belajar bagaimana rasanya gagal, maka tercipta energi neurotik yang disebut perfeksionisme. Mereka terjebak dalam lingkaran sempurna dan kehilangan kesempatan untuk belajar dari pengalaman”.
Belajar menghargai perjuangan sebuah kemenangan. Pada saat seseorang mengalami kekalahan dan mengakui kemenangan orang lain, ia sedang menghargai kemenangan sekaligus menyatakan kepada yang menang bahwa ia menerima kekalahannya. Ungkapan bahwa “kekalahan adalah kemenangan yang tertunda” mengajarkan tentang kekalahan sekarang bisa diubah menjadi kemenangan di masa yang akan datang. Dan hal itu hanya bisa terwujud apabila orang yang mengalami kekalahan sekarang ini mengetahui dengan jelas hal-hal apa saja yang membuat dia kalah lalu memperbaikinya dan mencoba lagi.
Siap kalah juga melatih rasa percaya diri anak. Ya! Kalah itu bukanlah perkara luar biasa. Kalah itu wajar. Tanamkan hal ini dalam memorinya, sehingga ia tidak memiliki perasaan bahwa kekalahan merupakan sesuatu hal menyedihkan dan anak pun tidak akan takut kalah ketika mengikuti sebuah pertandingan, walau hal itu baru untuknya. Sebab anak sudah berhasil menguasi rasa gagal atau kalah. Rasa tanggung jawab serta bisa menghadapi kenyataan bahwa tidak semua dalam hidup, akan anak dapatkan membuat anak jadi lebih bersabar serta mengerti bahwa kemenangan adalah sebuah hasil dari proses usaha. Dan ada kuasa yang lebih besar dari manusia, yaitu Allah Sang Maha Pencipta. Manusia berusaha, Allah yang menentukan. Ketika anak mengalami kegagalan, alangkah bijaksana jika Mom dan Dad tidak menyudutkan anak, namun membangkitkan semangatnya kembali untuk meraih kemenangan.