Pada beberapa kebudayaan di dunia, ada tradisi family bed dimana orangtua dan anak-anak tidur bersama di satu tempat tidur. Di daerah perkotaan pun, banyak orangtua memilih untuk tidur bersama anaknya, apalagi jika anak masih berusia balita (bawah lima tahun).
Featured Story
Menurut the National Sleep Foundation (NSF), Amerika Serikat, sebanyak 24% orangtua tidur bersama anak-anaknya paling tidak untuk sebagian malam. Ini tidak berlaku hanya pada orangtua dari anak batita (bawah-tiga-tahun), tetapi juga para orangtua dari anak-anak prasekolah dan usia sekolah.
- Menghambat kemandirian anak
Banyak orangtua tidak menyadari bahwa kebiasaan tidur bersama orangtua akan menghambat proses kemandirian anak. Khususnya, dalam hal tidur ini. Kebiasaan ini akan membuat anak jadi tidak bisa tidur nyenyak tanpa kehadiran orangtuanya.
Dengan bertambahnya usia anak, akan lebih baik jika ia terbiasa tidur tanpa harus ditemani orangtua. Mengubah pola tidur anak adalah tugas sulit, baik untuk anak maupun orangtuanya. Bila diibaratkan, seperti ketika Mom harus melepaskan plester luka siap pakai dari kulit, pasti sakit, pasti anak akan menangis (mungkin juga Mom). Mengingat pentingnya membiasakan anak tidur sendiri, Mom bisa melakukannya dengan cepat atau secara bertahap. - Waktu tidur orangtua tidak berkualitas
Tidak hanya kurang baik pengaruhnya untuk anak, adanya anak yang tidur bersama orangtua akan membuat waktu tidur orangtua pun menjadi kurang berkualitas. Dari satu saat ke saat yang lainnya, orangtua harus terbangun karena anak menangis, minta minum susu, atau mau pipis.
Bukan hanya waktu tidur Mom yang terganggu, kehadiran anak tentu juga akan mengganggu kualitas kehidupan seksual Mom and Dad. - Kapan waktu terbaik?
Menurut para ahli psikologi, anak harus dilatih untuk tidur di kamarnya sendiri sejak usia sedini mungkin. Misalnya saja, akan lebih mudah membiasakan anak usia 1 tahun yang masih tidur di dalam boks untuk tidur di kamarnya sendiri. Mengapa? Karena ia tidak akan bisa keluar dari boksnya dan kembali ke tempat tidur orangtuanya. Pada akhirnya, kemampuannya untuk tidur kembali setelah terbangun, tanpa bantuan orangtuanya, akan berkembang.
Sebaliknya, pada anak-anak yang usianya sudah lebih besar dan baru dibiasakan untuk tidur di kamarnya sendiri. Di benak anak-anak ini sudah terekam bahwa ketika ia terbangun, ia akan bisa kembali ke tempat tidur orangtuanya. Menjadi masalah jika orangtua tidak konsisten menerapkan aturan untuk tidur sendiri ini. Ketika pada pukul 02.00 anak menangis dan ingin tidur bersama Mom misalnya, supaya tidak repot, Mom akan membiarkan saja anak masuk kembali ke dalam selimut Mom. Akibatnya, perkembangan kemampuan anak-anak ini untuk kembali tidur tanpa kehadiran orangtuanya menjadi terhambat.
Jadi, mulailah latih anak untuk tidur di kamarnya sendiri sejak usia dini ya, Mom.